Notification texts go here Contact Us Buy Now!

Bitcoin dan Dunia Adalah Antara Diterima, Dicurigai, dan Diperjuangkan

Bitcoin dan Dunia Adalah Antara Diterima, Dicurigai, dan Diperjuangkan

 Bitcoin di Mata Dunia: Dari Ancaman Jadi Kesempatan

Bitcoin dan Dunia Adalah Antara Diterima, Dicurigai, dan Diperjuangkan


Awalnya, Bitcoin dianggap ancaman.
Bank sentral panik, regulator kebingungan, dan media mainstream rame-rame menyebutnya “alat penipuan digital.” Tapi, seperti halnya ide besar lainnya, yang awalnya ditolak, lama-lama mulai diterima juga — pelan, tapi pasti.

Sekitar tahun 2015–2017, Bitcoin mulai masuk radar lembaga keuangan global.
Saat itu, nilai pasarnya sudah mencapai ratusan miliar dolar. Pemerintah yang tadinya menutup mata, mulai berpikir ulang: “Daripada melarang, mending kita atur.”
Dan di situlah titik baliknya dimulai.

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Kanada mulai membuka ruang hukum untuk Bitcoin.
Bukan berarti mereka menyukainya sepenuhnya, tapi mereka sadar: teknologi ini nggak bisa dimatikan.
Kayak internet di awal 2000-an — mau dilarang sekeras apa pun, tetap bakal menemukan jalannya sendiri.


Jepang: Negeri Sakura yang Menyambut Bitcoin dengan Lembut

Kalau bicara negara yang pertama kali benar-benar “merangkul” Bitcoin, Jepang pantas disebut pionir.
Pada 2017, pemerintah Jepang secara resmi mengakui Bitcoin sebagai alat pembayaran sah — langkah berani di tengah keraguan global.
Bayangin aja, negara yang sangat disiplin dan konservatif terhadap keuangan, malah jadi salah satu yang paling progresif dalam adopsi kripto.

Kenapa Jepang berani?
Salah satunya karena trauma masa lalu — mereka pernah mengalami gelembung aset di tahun 90-an dan krisis keuangan panjang.
Bagi Jepang, diversifikasi aset dan inovasi teknologi adalah cara bertahan di era baru.
Selain itu, budaya mereka yang menghargai efisiensi dan transparansi cocok banget sama prinsip blockchain.

Sekarang, banyak toko di Tokyo dan Osaka yang menerima pembayaran pakai Bitcoin.
Dan yang menarik, masyarakatnya nggak panik — mereka pelan-pelan belajar dan beradaptasi.
Sebuah pelajaran: perubahan besar kadang butuh sikap tenang, bukan ketakutan.


El Salvador: Negara Kecil, Keputusan Besar

Tahun 2021 jadi sejarah baru dalam dunia keuangan.
El Salvador, negara kecil di Amerika Tengah, tiba-tiba mengumumkan sesuatu yang bikin dunia terbelalak: Bitcoin jadi mata uang resmi negara.

Presidennya, Nayib Bukele, bilang dengan nada percaya diri,

“Kami ingin memberi rakyat kebebasan finansial. Bitcoin adalah masa depan.”

Langkah itu disambut sorakan dan ejekan sekaligus.
IMF menentangnya, lembaga keuangan dunia mengingatkan risiko, tapi Bukele tetap jalan terus.
Sekarang, warga El Salvador bisa bayar kopi, listrik, bahkan pajak pakai Bitcoin. Pemerintahnya bahkan bikin dompet digital nasional bernama Chivo Wallet.

Apakah sukses?
Masih debat panjang.
Sebagian warga masih belum paham, sebagian skeptis, tapi dampaknya jelas: dunia mulai melihat bahwa Bitcoin bukan sekadar eksperimen teknologi — ia bisa jadi alat kebijakan ekonomi nasional.


Amerika Serikat: Cinta dan Benci di Waktu yang Sama

AS punya hubungan cinta-benci dengan Bitcoin.
Di satu sisi, inovasi kripto lahir dari komunitas teknologi di sana. Banyak perusahaan besar seperti Coinbase, Kraken, dan MicroStrategy berbasis di AS.
Tapi di sisi lain, pemerintahnya juga paling aktif menindak pelanggaran kripto, terutama kasus pencucian uang dan penipuan.

Ironisnya, banyak politisi muda AS mulai pakai isu kripto sebagai branding politik.
Ada yang bilang Bitcoin mewakili “kebebasan finansial rakyat,” ada juga yang menganggapnya “ancaman terhadap dolar.”
Dan begitulah: Bitcoin jadi bagian dari percakapan politik, ekonomi, bahkan ideologis di negara adidaya itu.


China: Dari Surga Penambang ke Negeri Larangan

Sekitar tahun 2018, China sempat jadi pusat penambangan Bitcoin dunia.
Lebih dari 60% aktivitas mining global terjadi di sana karena listrik murah dan akses hardware yang mudah.
Tapi pada 2021, pemerintah China mengambil langkah ekstrem: melarang semua aktivitas kripto.
Mulai dari trading, mining, sampai transaksi — semua dianggap ilegal.

Alasannya resmi: menjaga kestabilan keuangan nasional dan mengurangi konsumsi energi.
Tapi di balik itu, banyak analis melihat alasan politik:
Bitcoin terlalu bebas, terlalu sulit dikontrol.
Dan bagi negara dengan sistem keuangan terpusat seperti China, kebebasan semacam itu dianggap berbahaya.

Namun lucunya, meski dilarang, aktivitas Bitcoin di China nggak benar-benar hilang.
Masih banyak pengguna aktif yang beroperasi diam-diam lewat VPN dan jaringan peer-to-peer.
Artinya, seperti air, Bitcoin selalu menemukan celah untuk mengalir.


Eropa: Antara Regulasi dan Inovasi

Uni Eropa mengambil pendekatan yang lebih hati-hati.
Mereka nggak menolak, tapi juga nggak langsung menerima sepenuhnya.
Fokus utama mereka: regulasi.

Lewat MiCA (Markets in Crypto Assets), Eropa mencoba menyeimbangkan antara kebebasan inovasi dan perlindungan konsumen.
Mereka nggak mau Bitcoin dipakai buat pencucian uang, tapi juga nggak mau ketinggalan revolusi teknologi.
Hasilnya, sekarang Eropa jadi salah satu kawasan paling “ramah tapi terkontrol” untuk perusahaan kripto.

Di Jerman, misalnya, investor bisa beli Bitcoin lewat bursa saham resmi.
Di Swiss, bank-bank mulai buka layanan penyimpanan aset digital.
Dan di Belanda, pemerintah malah mendukung startup blockchain yang fokus pada keberlanjutan.

Menariknya, pendekatan Eropa ini sering disebut sebagai “jalan tengah yang realistis.”
Nggak fanatik, nggak fobia — tapi adaptif.


Indonesia: Dari Skeptis ke Adaptif

Awal kemunculan Bitcoin di Indonesia sekitar 2013–2014 disambut dengan rasa curiga.
Bank Indonesia sempat mengeluarkan peringatan keras bahwa Bitcoin bukan alat pembayaran sah.
Tapi setelah bertahun-tahun, arah kebijakan mulai berubah.
Pemerintah sadar, melarang nggak akan menyelesaikan masalah — lebih baik diawasi dan diatur.

Akhirnya, lewat Bappebti, Bitcoin resmi diakui sebagai komoditas digital yang bisa diperdagangkan di bursa aset kripto.
Artinya, meski kamu nggak bisa beli nasi goreng pakai Bitcoin di warung, kamu bisa beli dan simpan Bitcoin secara legal.

Sekarang, ada puluhan platform resmi terdaftar di Indonesia.
Jumlah investor kripto udah tembus puluhan juta, bahkan lebih banyak dari investor saham konvensional.
Menariknya, sebagian besar investor baru ini adalah anak muda — generasi yang tumbuh di dunia digital dan lebih percaya teknologi daripada birokrasi.


Dunia yang Mulai Berubah Arah

Dulu, Bitcoin dianggap “ancaman terhadap sistem finansial global.”
Sekarang, dunia mulai melihatnya sebagai “bagian dari sistem baru.”
Negara-negara sedang mencari posisi:
Apakah mereka mau melawan arus, ikut arus, atau menciptakan arus sendiri?

Beberapa bank sentral bahkan sedang membuat CBDC (Central Bank Digital Currency) — versi digital dari mata uang nasional mereka.
Lucunya, ide dasarnya diambil dari konsep Bitcoin juga.
Artinya, bahkan ketika dunia mencoba menyaingi Bitcoin, mereka tetap meniru prinsipnya.


Penutup Sementara: Antara Ketakutan dan Keberanian

Perjalanan Bitcoin di mata dunia adalah kisah tentang ketakutan dan keberanian.
Ketakutan kehilangan kendali.
Keberanian untuk mencoba hal baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Dan seperti setiap revolusi besar dalam sejarah, penerimaan selalu datang terlambat.
Pertama, mereka menertawakan.
Lalu, mereka melawan.
Dan akhirnya… mereka ikut memakai.


“First they ignore you, then they laugh at you, then they fight you, then you win.”
— Mahatma Gandhi

إرسال تعليق

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.